Tanpa Judul.
Aku berlagak merdeka, menari di era sendiri; swafoto, hangout, jadwal kerja yang penuh, dan tawa yang kubagi seadanya. Di luar aku tampak riuh, seolah tak butuh apa-apa, sebuah perayaan kesendirian yang tampak anggun. Namun di relung lain, ada suara halus yang tak mau redam; ingin punya tempat untuk menumpahkan lelah, untuk menaruh cerita yang berantakan, untuk dirayakan ketika aku menang dan diangkat ketika aku jatuh.
Kuciptakan dinding-dinding kecil yang kukatakan "cukup" untuk menenangkan orang lain, padahal di baliknya ada kerinduan yang ingin dipeluk. Aku ingin dipahami sampai tulang, didukung ketika ragu muncul, ditemani ketika malam menebarkan remang, dan dicintai bukan karena setengah hati melainkan dengan hebat, seperti hujan yang tak malu membasahi bumi.
Jadi aku lanjut menari, sambil menulis daftar doa yang kusembunyikan dalam saku. Berpura-pura menikmati sendiri bukan karena aku tak butuh, melainkan karena aku memilih menunggu "dia" yang menghampiri bukan untuk meminjam waktu, melainkan untuk tinggal.

Comments
Post a Comment